by: Ekky Imanjaya
Art films or commercial films? Idealism or commercialism? The dualism way of filmmaking in Indonesian film industry occurred for a very long time: Terang Boelan vs Pareh in the 1930s, Tarminah vs Lewat Djam Malam in the 1950s, Sexploitation films vs Garin Nugroho’s in the 1990s, and the list continues. Toward a historical overview, Ekky Imanjaya elaborate both sides of pole--from the birth, their struggles and battles again each other, the developments, the achievements, until recent progresses. But, as a matter of fact, there are some attempts to break the dichotomy and unite both groups in one package.
Resensi Generasi Biru:
Generasi Dalam Bingkai Keliru
oleh :Eric Sasono
Generasi Biru: - Slank adalah salah satu tanda generasi yang penting. Slank dan ”jemaah”-nya lahir dari sebuah keberhasilan deidologisasi dan depolitisasi oleh rezim Orde Baru. Mereka jadi suara moral, tapi bukan dari jenis suara yang sama dengan, misalnya, Munir, yang penuh perlawanan itu. Mereka juga berbeda dari Kantata Takwa. Sayang sekali, menurut redaktur kami, Eric Sasono, film Generasi Biru gagal menangkap apa yang membuat Slank penting. Sutradara Garin Nugroho, John De Rantau, dan Dossy Omar (segmen dokumenter) terjebak dalam sebuah ”kekacauan demi kekacauan itu sendiri.” Keterjebakan itu, bagi Eric, lahir dari sebuah salah baca terhadap Slank. Dan kesalahan membaca itu, mengundang hadirnya catatan lain. Ini genting, jika kita setuju Eric, karena membaca Slank adalah membaca sebuah generasi.
Sumber : rumahfilm.org
Read more...